Rabu, 24 Januari 2018

MEKANISME REAKSI SUBTITUSI NUKLEOFILIK PADA ALKIL HALIDA


MEKANISME REAKSI SUBTITUSI NUKLEOFILIK  PADA  ALKIL HALIDA
             Sebelum kita membahas judul di atas mari kita ingat kembali pengertian reaksi subtitusi.   Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom atau gugus atom oleh atom atau gugus atom lain. Jadi dalam reaksi substutisu suatu atom atau gugus atom yang terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut dan tempatnya yang kosong akan diganti oleh atom atau gugus atom yang lain. Berdasarkan pereaksi yang yang dipergunakan, reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi (a) reaksi substitusi radikal bebas; (b) reaksi substitusi nukleofilik; dan (c) reaksi substitusi elektrofilik.
 Yang kita bahas dalam  artikel ini adalah reaksi subtitusi  nukleofilik pada alkil halide. Reaksi-reaksi alkil halide sebagian besar merupakan reaksi subtitusi nukleofilik. Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini bisa rentan terhadap (mudah diserang oleh) serangan oleh anion dan spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri dalam kulit luarnya. Dalam suatu reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi (leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion Halida merupakan gugus pergi yang baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik. Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil ( “pecinta nukleus”), sering dilambangkan dengan Nu-. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif ; jadi sebuah nukleofil adalah suatu basa Lewis. Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O, CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral ini memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma. Lawan nukleofil ialah elektrofil (“pecinta elektron”) sering dilambangkan dengan E+. Suatu elektrofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif, jadi suatu elektrofil ialah suatu asam Lewis seperti H+ atau ZnCl2
A.    Reaksi nukleofilik pada alkil halide
            Reaksi Substitusi Nukleofilik Suatu nukleofil (Y:) menyerang alkil halida pada atom karbon yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Berikut contohnya: 
            CH3-CH2-I + :Y --à CH3-CH2-Y + I-

1.      Reaksi SN1
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antarakarbon dengan gugus pergi putus. Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk.


 Lambang 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. tahap ini tidak melibatkan nukleofil sama sekali. dikatakan, bahwa tahap pertama bersifat unimolekuler. Mekanisme SN1 hanya terjadi pada alkil halide tersier. Nukleofil yang dapat menyerang adalah nukleofil basa sangat lemah seperti H2O, CH3CH2OH.

Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1.   Kecepatan reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan   adalah tahap pertama nukleofil tidak terlibat. Setelah tahap ini terjadi, ion karbonium bereaksi dengan nukleofil.
2.      Jika karbon yang membawa gugus bebas bersifat kiral, reaksi mengakibatkan hilangnya aktivitas optic (yaitu, rasemisasi). Pada ion karbonium, hanya ada tiga gugus yang melekat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk datar.
3.     Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN1, reaksi berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Reaksi SN1 berlangsung melalui ion karbonium, sehingga urutan kereaktifannya sama dengan urutan kemantapan ion karbonium. Reaksi bergantung lebih cepat jika ion karbonium lebih mudah terbentuk.
Jadi, reaksi substitusi nukleofilik terdiri dari dua jenis yaitu substitusi nukleofilik bimolekuler (Sn-2) dan substitusi nukleofilik unimo-lekuler (Sn-1). Reaktan yang lazim digunakan untuk reaksi substitusi nukleofilik adalah organo halida karena ion halogen (X") adalah mempakan nukleofil yang sangat lemah (gugus pergi) yang baik.

2.Reaksi SN2
            Mekanisme SN2 hanya terjadi pada alkil halide primer dan skunder. Nukleofil yang dapat menyerang adalah nukleofil basa sangat kuat seperti OH-, CN-, CH3O-. Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Berikut ini adalah tahapannya:

Berikut adalah cirri-ciri reaksi SN2:
1.    Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka  
kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2.  Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan
(R)-2-klorobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Cl. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar
sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Cl, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi. 
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi semakin kecil gaya sterik maka semakin cepat reaksinya pada SN2

PERMASALAHAN:
1.dalam pembahasan ini saya mendapat kejanggalan, tepatnya antara reaksi SN1 dan SN2 yang berhubungan dengan efek sterik. Mengapa pada SN1 justru reaksi yang di pengaruhi oleh efek sterik lebih cepat di banding dengan efek sterik yang mempengaruhi reaksi SN2?
2.Permasalahan selanjutnya adalah, adakah  pengaruh kecepatan reaksi dengan panjangnya rantai alkil halide  pada reaksi SN2, contohnya antara klorometana dan kloro pentana?

3.apa yang terjadi apabila OH- yang termasuk basah kuat di reaksikan dengan alkil halida tersier?

4 komentar:

  1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 3, dimana pertanyaannya adalah : Apa yg terjadi apabila OH- yang termasuk basa kuat di reaksikan dengan alkil halida tersier?
    Berdasarkan sumber yang saya baca, dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi (leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi yang baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik.
    Alkil halida tersier mengalami substitusi dengan suatu mekanisme yang berlainan, yang disebut reaksi SN1 (Substitusi, Nukleofilik, Unimolekular). Hasil eksperimen yang diperoleh dari reaksi SN1 cukup berbeda dari hasil dalam reaksi SN2. Jika suatu alkil halida yang mengandung karbon C-X yang kiral, mengalami suatu reaksi SN1, maka akan diperoleh produk subtitusi rasemik (bukan produk inversi seperti yang diperoleh dalam reaksi SN2).

    BalasHapus
  2. saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 1 yang mana pertanyaan nya adalah Mengapa pada SN1 justru reaksi yang di pengaruhi oleh efek sterik lebih cepat di banding dengan efek sterik yang mempengaruhi reaksi SN2?
    jawabanya ialah karena berdasarkan ciri - ciri dan faktor yang mempengaruhi nya kita dapat mengetahui mengapa efek striknya lebih cenderung mempegaruhi SN1 dibanding kan SN2 itu dikarekan konsentrasi nukleofil dan pelarut yang digunakan, pada reaksi SN1, mekanisme reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil. sedangkan pada reaksi SN2 mekanisme reaksinya tergantung pada konsebtrasi nukleofil. pada reaksi SN1, kecepatan reaksi sangat dipengaruhi kepolaran pelarut, sedangkan pada reaksi SN2 kecepatan reaksi hanya sedikit dipengaruhi kepolaran pelarut.

    BalasHapus
  3. Terimakasih indra , artikel yang anda posting bermanfaat sekali , saya akan menjawab permasalahan no 2 :
    Artinya reaksi akan sangat dipengaruhi oleh kekuatan masing-masing gugus baik gugus datang maupun gugus pergi. Jika gugus yang datang merupakan pendonor elektron yang lebih baik dari gugus yang akan pergi, maka reaksi substitusi akan berlansung dengan mudah, sebaliknya jika gugus pergi cenderung lebih baik dari gugus datang maka reaksi akan cenderung lambat bahkan tidak berlansung sama sekali

    BalasHapus
  4. Assalamualaikum. Wr Wb. Saya Limggonilus Masturanda mencoba menjawab pertanyaan no. 3.
    Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.

    BalasHapus

STRUKTUR PROTEIN

Baiklah di postingan saya ini kita akan membahas tentang struktur protein, tetapi sebelumnya kita akan mengulas kembali secara singkat te...